header permata pengalamanku

Disleksia Hanyalah Satu dari Banyak Bakatmu, Nak

19 komentar

“Abi, aku boleh beli jajan?”
Oya. Ini uangnya 50 ribu jangan dihabiskan, ya. Harus ada kembalinya.”
Datanglah Bilqis dengan sekantong besar belanjaan, “Abi, ini kembalinya 500!” Duerr!

“Banyak sekali jajanmu? Masa cuma kembali 500? Mestinya kamu periksa harganya dan hitung. Bukan semuanya diambil.” Nada keras itu membuat matanya sayu.

“Abi kan tahu aku nggak bisa membaca dan menghitung. Aku nggak tahu harganya. Aku tanya penjualnya katanya cukup ya kuambil. Aku beli buat semua. Kan keluarga kita banyak. Ini kesukaannya Abi. Kalau penjualnya bilang uangnya kurang, ya aku nggak ambil. Ini ada kembalinya. Kenapa aku dimarahi?” Ada yang menggenang di sudut matanya.

“Oya… Maaf ya, Bilqis. Abi tadi kaget sekali soalnya.”
“Abi jahat!”

Kejadiannya saat Bilqis 7 tahun. Kadang Suami lupa karena melihat tubuh bongsornya. Dan di usia hampir 8 tahun kini, ia belum juga lancar membaca serta menulis, walau sudah ahli berhitung. Berbagai kerikil yang ditemui karena keterlambatannya ini, lama kelamaan menggurat luka di hatinya.

Walaupun homeschooler, bukan berarti aman dari rasa persaingan. Kadang ia tampak kuyu melihat kedua kakaknya lancar belajar karena bisa membaca. Ingin sekali ia ikut menerjuni hobi seperti aku dan kakaknya yang penulis. Apa lagi saat adiknya yang baru 5 tahun mulai pandai mengeja.

“Umi, ada nggak anak yang tidak sepintar saudara-saudaranya. Tapi dia baik, menurut pada Allah dan orangtuanya, suka membantu dan tetap disayang sama orangtuanya?” Ah, Bilqis. tampak sekali ini suara kegundahan hatimu.

“Ya, tentu saja ada,” jawabku. “Umi lebih suka anak yang menurut pada Allah dan orangtua serta baik pada sesama. Daripada anak yang cuma pintar.”
Matanya berbinar, “Betulan? Umi lebih suka anaknya Umi yang mana? Ah, pasti sama Kakak, kan? Karena Kakak paling besar dan pintar.” Binar itu pun meredup.

Lho? Bilqis kan juga anak cerdas dan pintar.”
“Memangnya cerdas itu apa? Pintar itu apa?”
“#AnakCerdasItu mampu memahami apa yang diinderanya dan bisa menyelesaikan masalahnya. Sedangkan anak pintar itu menguasai suatu keahlian. Bilqis kan punya dua-duanya.”

“Kakak juga. Bedanya, aku belum bisa membaca dan menulis,” pundaknya bertambah layu.
“Umi yakin sebentar lagi Bilqis pandai membaca dan menulis. Kan Bilqis rajin belajar.”
Oya! Aku tadi menulis sesuatu untuk Umi dan Abi. Tunggu ya…” Ia menunjukkan halaman belakang sebuah buku padaku.


Mmm… Ini bacanya apa, Bilqis?”
“Itu artinya aku suka Abi, suka Umi.”
Oo… Umi tidak tahu kalau ini bacanya ‘suka’.”

“Ya, aku belum bisa menulis ‘su.’ Itu masih salah, ya?”
“Iya. Tapi sekarang Umi sudah mengerti maksud Bilqis. Nanti Bilqis berlatih lagi supaya orang lain bisa mengerti tanpa dijelaskan. Memangnya Bilqis mau jadi apa sih, kalau sudah besar?”

“Aku mau menjadi ratu seperti namaku. Apakah menjadi ratu itu harus cerdas dan pintar?”
“Iya, dong. Karena ratu urusannya banyak sekali. Dia harus bisa mengatur mana yang diurus dulu. Mana yang dia kerjakan sendiri, mana yang dibantu orang. Terus, bagaimana cara menyelesaikan masing-masing tugas itu juga harus dipikirkan.”

“Apakah jadi ratu itu harus bisa membaca dan menulis?”
“Ya, kalau kamu pandai membaca dan menulis, maka urusanmu bisa lebih mudah. Dan kamu bisa belajar lebih banyak lagi. Wah, Umi pasti senang sekali kalau punya ratu sepertimu.”

Oya? Kenapa?”
“Karena Bilqis menurut sama Allah, hormat sama orangtua dan baik sama semuanya. Bilqis juga rajin belajar, suka bekerja, punya banyak ide, suka bergaul… Ah, pasti orang-orang makin sayang sama Bilqis.”

“Hah? Iya iya… Aku memang seperti itu. Oo… Jadi orang-orang senang ya, dengan ratu sepertiku. Yippie…!” Berlarianlah ia sambil berputar-putar menari dan berdendang.

Setiap anak adalah unik. Tak ada anak yang bodoh. Hanya belum terungkap saja potensi terbesarnya. Saat ini Bilqis tidak memenuhi kriteria pintar menurut kebanyakan orang. Karena belum pandai membaca dan menulis. Namun sesungguhnya ia punya banyak bakat berharga.


Aku memilih untuk tetap fokus dan #DukungCerdasnya secara keseluruhan sebagai sebuah paket utuh. Baik yang dianggap sebagai kelebihan maupun kekurangannya. Inilah cara yang kutempuh untuk terus mengembangkan berbagai jenis kecerdasan anak:

Spiritual Quotients (Kecerdasan Spiritual)

1. Mengenalkan dan membangun cinta anak pada Tuhannya
2. Berusaha senantiasa berperilaku sesuai tuntunan-Nya.

Emotional Quotients (Kecerdasan Emosional)

1. Memperkenalkan nama-nama emosi dan cara menyalurkannya
2. Mengajak anak memahami kelebihan dan kekurangannya serta cara menyikapinya
3. Membiasakan berpikiran terbuka dari berbagai sudut pandang yang berbeda
4. Melatih kepedulian pada sekitar.

Intelligence Quotients (Kecerdasan Intelektual)

1. Memenuhi kebutuhan gizinya dan memberikan suplemen jika perlu
2. Menjalin komunikasi yang intens sejak dini
3. Memberikan sebanyak-banyaknya pengalaman tentang berbagai hal
4. Menyediakan sarana dan prasana yang diperlukan untuk berbagai cara belajar
5. Melatih anak berpikir logis, runtut dan mengenali hubungan sebab-akibat

Adversity Quotients (Kecerdasan Bertahan Hidup)

1. Mengajarkan kemandirian sesuai usia
2. Memberi kesempatan anak menyelesaikan masalahnya dulu dengan caranya
3. Memberi tugas pekerjaan rumah untuk tiap anak sesuai kemampuannya
4. Menghargai setiap jerih payah anak walau hasilnya belum sempurna

Yuk, terus dukung kecerdasan Si Kecil sesuai kebutuhannya! Asah terus kepekaan kita sebagai orangtua. Satu langkah tepat yang kita ambil bisa saja memberi hasil menakjubkan di kemudian hari.

Artikel ini terpilih untuk dimasukkan dalam "Artikel Disleksia Terbaik Pilihan Twinkl 2023dari penerbit bahan ajar pendidikan Twinkl.

Related Posts

19 komentar

  1. MasyaAllah.. Keren mba mindset dan cr bimbingnya, aku jd belajar ni..terimakasih yaa..

    BalasHapus
  2. Terharu aku membaca tulisan tentang Bilqis ini,kak.
    Kak Farida nulis artikelnya sangat bagus, mengalir sangat menyentuh.

    Aku ikut doakan Bilqis semakin hari semakin terlihat kecerdasannya.

    Salam buat Bilqis, kak.

    BalasHapus
  3. semangat terus ya kaka Bilqis :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. insyaallah. terimakasih atas supportnya :)

      Hapus
  4. saya suka sekali bagaimana cara mbak membesarkan hatinya, menanamkan kepercayaan dalam dirinya, serta selalu mensupportnya.

    Daari dialog2 Bilqis kelihatan cerdas mbak, semoga menjadi anak sholehah ya

    BalasHapus
  5. Bilqis yang shalihah, tak akan lama lagi membaca dan menulismu sangat lancar dan bisa menjadi penulis seperti Umi. Stay strong ya Nak :)

    BalasHapus
  6. Selamat belajar ya Bilqis,, kamu beruntung punya abi & umi yang pengertian dan membantu kamu belajar dengan caramu sendiri. Salam dari kakak Lintang ;)

    BalasHapus
  7. Terharu baca ini. Semoga dek Bilqis bisa segera membaca dan menulis dengan baik. Jangan bersedih dek Bilqis !!!

    BalasHapus
  8. Halo Mbak Farida, Saya Devina.

    Saya tertarik dengan judul tulisan ini. Mohon maaf sebelumnya, kalau boleh tahu bagaimana mbak tahu bahwa Bilqis itu Disleksia?

    Apa sudah ada penanganan yang diberikan untuk membantu Bilqis adaptasi dengan disleksia yang dialaminya?

    Kebetulan dulu saat kuliah, saya sempat mempelajari mengenai Disleksia hhhe.

    Makasih atas jawabannya mbak.

    Tetap semangat untuk Mbak dan Bilqis!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena di usia 7 tahun masih belum lancar membaca. Bahkan sekarang akan 11 tahun pun kadang masih terbata-bata walau lebih baik dari hari ke hari

      Hapus
  9. Apakah sudah dilakukan tes untuk mengetahui dengan pasti bahwa itu termasuk Disleksia?

    Syukurlah jika terlihat hal positif tiap harinya. Semoga Bilqis semakin bisa membaca ya Mbak.

    Sebagai informasi, ini aku share link http://lexipalindonesia.com/blog/tag/disleksia/ mungkin mbak sudah tahu atau belum tahu tentang link tersebut. Mbak domisili mana ya? Saya tahunya klinik di Bandung.

    Klinik di Bandung namanya Klinik Indigrow, disana terdapat Dokter dan Psikolog yang menangani anak-anak dengan disleksia. Sebelumnya anak- anak tersebut sudah menjalani tes untuk mengetahui apakah itu betul disleksia atau bukan. Dokter disana juga tergabung dalam Asosiasi Disleksia Indonesia.

    Saya cuma bisa bantu memberikan informasi itu. Semoga Mbak Farida dan Bilqis tetap semangat dan sabar. Perlahan semua akan menjadi positif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku di Semarang. Belum pernah tes resmi, cuma dialog aja dengan beberapa psikolog. Terima kasih infonya, ya. Pasti membantu sekali buat yang di Bandung.

      Hapus

Posting Komentar