header permata pengalamanku

Tanpa Kertas, Bakat Terpendamku Bisa Terhempas

19 komentar
Sumber: pixabay

Di usia menjelang kepala 4 begini, apa sih hal yang menarik bagiku namun belum sempat aku dalami? Ada banyak sebenarnya. Namun jika itu dikaitkan dengan bakat, bisa jadi aktivitas hand lettering adalah jawabannya.

Hmm... Sebenarnya bukan berbakat banget, sih. Lebih tepatnya sangat berminat. Aku jadi teringat betapa asyiknya aku mengikuti pelajaran Menulis Halus saat kelas 2 SD. Hingga saat ini, teman-teman SD-ku kebanyakan mengingatku sebagai salah satu murid yang memiliki tulisan indah.

Sayangnya, pelajaran ini tidak pernah dilanjutkan di jenjang pendidikan berikutnya. Dan sensasi menulis halus itu kembali memanggil untuk dinikmati sejak beberapa tahun lalu. Saat keterampilan hand lettering makin mencuat popularitasnya terutama di dunia maya. Bersama dengan maraknya foto-foto berisi tulisan cantik yang dipajang di Pinterest dan media sosial lainnya.

Lucu ya, aktivitas menulis tangan justru menjadi tren di era digital. Gejala apa ini? Menurutku, inilah dinamika manusia untuk senantiasa mencari keseimbangan dalam hidupnya.

Lalu, sudah sejauh mana aku menjalani minat terpendam ini? Jawabannya, belum sama sekali. Hihihi... Iya, menekuni bidang ini masih jadi angan-angan buatku. Aku belum pernah membeli alat khusus dan mencoba mempraktikkannya.

Belum lagi sempat aku menyalurkan minatku ini, tiba-tiba seruan untuk hidup tanpa kertas kembali mampir di layar komputerku. Padahal, tahu sendiri ya, bahwa salah satu media utama dalam hand lettering itu ya kertas. Jadi, aku tidak boleh mengembangkan hobi di bidang ini?

Proses Belajar Kita Didukung Penuh oleh Kertas

Sadar nggak sih, kalau selama ini kertas telah menjadi teman setia dalam proses belajar kita? Karakteristiknya yang ringan dan mudah didapat membuat kertas menjadi sarana populer bagi anak untuk mengenal dunianya. Dengan kertas, anak bisa belajar tentang tekstur, bentuk, warna bahkan suara.

Kertas juga merupakan media yang ideal bagi anak untuk berekspresi melalui gambar maupun tulisan. Selain karena mendukung anak untuk mengembangkan keterampilan motoriknya saat membuat karya, kertas juga memungkinkan kita untuk lebih bisa membaca kepribadian dan suasana hati anak. Karena kertas tidak hanya merekam bentuk. Ia juga menunjukkan pada kita besarnya tekanan, konsentrasi dan daya tahan anak saat menggores.

Apa lagi bagi keluarga yang menerapkan homeschooling seperti kami. Kertas adalah bahan yang sangat akrab bagi kami untuk mencetak aneka materi belajar maupun menyimpan hasil karya anak-anak.

Jadi, kalau harus berpisah dengan kertas, itu bukan semata bicara tentang pengembangan minatku pada hand lettering yang akan layu sebelum berkembang. Namun yang lebih utama adalah tentang bagaimana anak-anak pada umumnya dan juga orang-orang dewasa akan kehilangan banyak hal dalam proses belajarnya.

Hidup Tanpa Kertas? Bisakah? 

Masih dengan latar waktu yang sama, saat aku baru memasuki usia SD, aku pernah berbincang-bincang santai dengan teman-temanku tentang masa depan. Kata temanku, nanti di tahun 2000, kehidupan di bumi ini akan berubah total. Mulai dari makanan, minuman, pakaian, bentuk tubuh kita dan alat-alat yang kita gunakan.
Salah satu yang berubah drastis adalah kita akan hidup tanpa kertas. Karena semua sudah lebih praktis dibantu oleh mesin. Wih, anak usia SD zamanku obrolannya sudah berat gitu, lho. Hehehe...

Ternyata? Kita telah 18 tahun melewati tahun 2000. Benar, perkembangan teknologi telah demikian pesat menghadirkan aneka alat yang canggih. Ada papan kunci komputer untuk mengetik menggantikan penulisan di kertas, ada surat elektronik menggantikan pengiriman surat via pos, ada e-book yang menggantikan posisi buku cetak dan masih banyak lagi.

Tapi, benarkah kita bisa hidup tanpa kertas sama sekali? Faktanya sih, sampai sekarang kita masih menggunakan kertas untuk berbagai keperluan. Baiklah, ramalan meleset sejauh 18 tahun sepertinya masih bisa diterima, ya. Namun, benarkah kita memang bisa diantarkan pada kehidupan tanpa kertas?

Tetap bertahan menggunakan kertas ini bukan semata karena alasan sentimental atau pun rasa malas menerima perubahan, ya. Tapi memang karena hingga saat ini ada banyak peran yang dimainkan dengan baik oleh kertas dan belum bisa digantikan yang lain.

Kertas hanya masa lalu yang tidak dapat menjawab tantangan zaman canggih? Jangan lupa, kertas juga merupakan bagian dari perkembangan teknologi. Kertas adalah penemuan mutakhir di zamannya yang membawa perubahan besar karena telah memberikan manfaat dalam banyak hal. Manfaat itulah yang masih kita rasakan sampai saat ini. Sehingga kita tetap menggunakan kertas untuk keperluan tertentu, bukan alat-alat yang belakangan kemudian muncul.

Misalnya nih, kita masih menggunakan uang kertas. Mengapa dulu kita memilih uang kertas? Karena dianggap lebih praktis dibandingkan membawa uang logam yang lebih berat.

Sebagian orang lebih suka membaca buku cetak daripada buku elektronik. Selain karena alasan romantis seperti bau kertasnya yang khas, alasan estetika karena bentuk dan warna fisiknya yang cantik jika disusun dalam rak buku, juga karena alasan kesehatan. Bagaimana pun, kekuatan mata kita bisa lebih lama membaca buku cetak daripada buku elektronik.

Alasan lain kita masih menggunakan kertas dalam dokumen-dokumen penting adalah karena faktor keotentikannya. Kita tahu bahwa dokumen digital rawan diubah dan diretas. Bahkan untuk menandatangani tagihan pembayaran jasa penulisan artikel blog saja, aku diminta mencetak dulu lembar tagihannya, lho. Untuk kemudian membubuhkan tandatangan basah alias dengan pulpen, bukan menggunakan pena digital.

Hidup Tanpa Kertas Lebih Ramah Lingkungan?

Sebenarnya, mengapa sih kita harus hidup tanpa kertas? Seruan ini sejatinya muncul dari keprihatinan atas kondisi kehutanan dunia. Tingginya penggunaan kertas menunjukkan banyaknya penebangan hutan yang terjadi untuk mengambil kayu sebagai bahan bakunya. Padahal, hutan memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang patut dijaga kelestariannya.

Karena itulah gerakan hidup tanpa kertas diserukan, guna mengurangi jumlah penebangan hutan. Namun, ternyata alternatif pengganti kertas juga bukan berarti lebih ramah lingkungan, lho. Karena menggantikan kertas dengan piranti digital memiliki dampak perusakan lingkungan juga, antara lain:

Emisi Karbon

Penggunaan alat digital juga menghasilkan emisi karbon yang memberikan efek rumah kaca bagi bumi.

Bahan Baku yang Tidak Terbarukan

Industri kertas, mulai dari hulu dan hilirnya, adalah industri yang bisa diperbarui dan dapat didaur ulang. Bahan bakunya, yaitu kayu, dapat diperbarui dengan penanaman ulang. Hal ini sebagaimana yang senantiasa diterapkan oleh produsen kertas printer favoritku, PaperOne. 
Kertas PaperOne diproduksi oleh APRIL Group melalui anak perusahaannya di Riau, yaitu PT RAPP. Sejak tahun 2005, Grup APRIL telah berkomitmen pada konservasi hutan dengan cara melestarikan dan melindungi lebih dari 250.000 hektar hutan NKT (Nilai Konservasi Tinggi) dalam area konsesinya. Selain itu, masih banyak lagi aksi nyata perusahaan ini dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Di sisi lain, piranti digital menggunakan bahan baku yang salah satunya adalah mineral langka. Selain tidak terbarukan, mineral ini juga sangat boros energi dalam proses ekstraksinya yang rumit. Kerusakan akibat aktivitas pertambangannya pun memerlukan biaya besar dan waktu yang lama untuk direstorasi.

Limbah

Limbah peralatan digital yang berhasil didaur ulang saat ini baru sekitar 25% saja. Bandingkan dengan limbah kertas yang sebagian besarnya dapat didaur ulang menjadi produk berikutnya. Bahkan produk kertasnya sendiri dapat didaur ulang sebanyak 5-7 kali sesuai ketahanan serat kertasnya.
Contoh pemanfaatan kertas bekas bisa dibaca di artikel: Ternyata Membuat Kerajinan dari Barang Bekas Itu Mudah!

Pencemaran

Bahan logam dari piranti digital seperti merkuri, amerikium, kadmium, berilium dan brominate flame retardant (BRF) bersifat karsinogen dan destruktif terhadap sistem tubuh makhluk hidup termasuk manusia. Bahan ini akan mencemari air tanah jika dikubur. Sedangkan komponen plastiknya melepaskan dioksin ke udara jika dibakar.

Jadi, Pakai Kertas atau Tidak?

Sebenarnya, kita tidak perlu memilih salah satu, kok. Setiap teknologi diciptakan untuk memudahkan manusia, termasuk teknologi yang bernama kertas. Kita bisa tetap memakai setiap teknologi yang ada dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Dan tentu saja, apa pun teknologi yang kita manfaatkan, haruslah digunakan secara bijak sesuai kebutuhan. Pemakaian materi yang berlebihan akan memperbesar dampak buruk yang dimiliki masing-masing. jadi, boleh dong, aku tetap menggunakan kertas untuk menyalurkan minatku?

Bagaimana denganmu? Apa bakat terpendammu? Dan bagaimana kamu memanfaatkan berbagai potensi yang ada di sekitarmu untuk menyalurkannya?

Related Posts

19 komentar

  1. sama, saya doyan nulis di kertas, doyan gambar, bikin lettering. Kalau ada kertas bekasnya pun dibuat origami

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wii.. Rajinnya suka bikin origami. Tapi aku ngga jago gambar sih😊

      Hapus
  2. Bener banget bun kita tidak terpisahkan dari kertas ya walau pun sekarang teknologi semakin canggih dan kita bisa menulis dg memanfaatkan teknologi tersebut, tetap saja menulis di kertas lebih berkesan karena dapat disentuh dan ada tampilan fisiknya. Kalau saya sekarang sedang belajar menulis, walau pun sata tidak tahu apakah saya berbakat atau tidak dalam menulis, tetapi paling ga menulis itu bukan soal bakat ya. Tapi mau atau tidak maunya kita belajar. Walau bgtu saya berharap saya punya bakat selain mengajar hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, kalau bunda erysha sdh jelas berbakat menulis😊

      Hapus
  3. Secanggih apapun teknologi, saya masih suka nulis di kertas, alasannya biar kalau nulis gak kagok daaaannn gak cepat hilang tulisannya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya nih. menulis di kertas itu melemaskan otot2 jari ya, dan lbh monumental :)

      Hapus
  4. Kurasa bakat terpendamku adalah mengatur-ngatur orang lain untuk bekerja lebih efisien. Jadi aku memanfaatkannya dengan berusaha jadi admin kalau masuk komunitas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, asyik nih sudah tersalurkan ya. lanjutkan, Mbak Vicky!

      Hapus
  5. Bagus sih back to green...Tapi udah kebiasaan pake kertas, jadi kkya ada yang kurang kalo gx pake kertas..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan ternyata tanpa kertas itu ga terlalu green kok.
      Bukan sekadar krn malas berubah ya😊

      Hapus
  6. Kalo aku sih masih senang baca buku, menyentuh lembarannya ada sensasi yang bikin aku kecanduan, hehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hohoho.. Baguslah mama motorik nih😀

      Hapus
  7. tanpa kertas kayanya manusia gak bisa hidup deh, walaupun teknologi cangih. Karena kertas bisa jadi laporan tertulis dn otentik data.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gitu ya, kyknya memang kita masih butuh kertas sih

      Hapus
  8. Aku suka menulis di kertas mbak, entah kenapa kalau menulis lewat laptop itu seringnya kurang fokus. Hihi (butuh Aqua banget nih )

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi.. Mungkin radiasinya bikin cepet capek ya?

      Hapus
  9. Cmiw... Kertas emang sangat penting. Yang ngakak itu waktu aku baca kata" gitu di post WA : Hanya manusia yang berkoar" jangan tebang pohon" namun dituliskannya di setiap lembaran kertas. Hihihi.... Doakan yang terbaik ajalah buat Indonesia ku...

    BalasHapus
  10. Cmiw... Kertas emang sangat penting. Yang ngakak itu waktu aku baca kata" gitu di post WA : Hanya manusia yang berkoar" jangan tebang pohon" namun dituliskannya di setiap lembaran kertas. Hihihi.... Doakan yang terbaik ajalah buat Indonesia ku...

    BalasHapus

Posting Komentar