"Ada 3 daerah berakhiran 'peng' di Indonesia yang memiliki panorama indah. Kopeng di Jawa Tengah, Slopeng di Madura dan Soppeng di Sulawesi Selatan," ujar guru SD-ku suatu hari di depan kelas saat pelajaran IPS. Memang, mata pelajaran satu ini adalah kekuatan terbaik milik guruku itu. Beliau sering membuat aneka 'jembatan keledai' agar pelajaran IPS yang penuh dengan hafalan itu terasa lebih menarik disimak.
Sepulang sekolah hari itu, aku masih diliputi rasa penasaran, terutama dengan daerah Kopeng. Karena Jawa Tengah adalah daerah kelahiranku dan bundaku. Namun aku tak banyak mengenalnya berhubung sejak kecil aku sudah pindah ke Surabaya.
"Bunda, Kopeng itu di sebelah mana?" tanyaku.
"Kopeng? Mmm... Di mana ya, Yah?" Bunda malah bertanya Ayah.
"Kata Bu Guru itu di Jawa Tengah. Katanya pemandangannya sangat indah. Jauhkah dari Semarang, kota kelahiranku?" tanyaku lagi.
"Oo... Kopeng itu yang daerah pegunungan itu, ya?" sahut Ayah.
"Oo... Iya mungkin. Eh, yang mana, ya? Pegunungan apa?" Dan dialog keduanya sebentar masih berlanjut dalam nada keraguan untuk kemudian berakhir tanpa ada kesimpulan yang pasti.
Hhh... Ternyata kedua orangtuaku tidak cukup mengenal daerah Kopeng. Padahal aku ingin sekali diajak ke sana suatu hari. Namun sepertinya aku harus merelakan harapanku pupus. Buntu.
Semarang, Panggilan Takdir untuk Kembali
Dan kini, takdir telah mengantarkanku bersama Suami serta anak-anak pindah ke Semarang. Suatu hari, Suami pamit pergi ke Salatiga karena ada keperluan. Sepulangnya, Beliau tampak antusias bercerita.
"Kamu pasti suka ini!" kata Suami sambil menunjukkan foto-foto hasil jepretannya yang tersimpan di dalam telepon genggamnya. Hmm... Tempat yang cantik. Daerah pegunungan yang asri.
"Aslinya sebenarnya lebih bagus lagi. Kalau kamu ke sana, kamu pasti senang sekali," tambah Suami. Yayaya... Tentu saja aku percaya. Mengingat kemampuan fotografi Suami yang sangat minim. Hihihi...
Dan Suami pun terus bercerita tentang pengalamannya selama di sana, sebuah kawasan yang dihuni sekitar 150 Kepala Keluarga. Termasuk tentang penduduknya yang polos dan ramah serta hidup dengan tenang. Wah, soal keramahan ini pun sudah ada buktinya. Dari banyaknya buah tangan yang diberikan kepada Suami sepulangnya dari sana. Hehehe...
Gapura Sederhana yang Membuat Penasaran
Kemudian mataku tertumbuk pada salah satu foto yang ditunjukkan Suami. Di sana tampak sebuah gapura sederhana dari bambu dengan tulisan "Selamat Datang di Bukit Harapan Cuntel" dihiasi beberapa foto panorama di sekelilingnya. Terdapat pula logo beberapa lembaga tercantum di dalamnya.
Di depan gapura tersebut, terdapat warung dan papan bertuliskan tarif parkir. Dua ribu rupiah untuk kendaraan roda 2 dan lima ribu rupiah untuk kendaraan roda 4. Area parkir yang dimaksud cukup luas memanjang di sekitar Masjid Baiturrahman.
Hmm... Walaupun sederhana, namun gapura ini cukup memberikanku kesan bahwa daerah yang didatangi Suami ini sepertinya bukan daerah biasa. Melainkan sebuah lokasi wisata yang telah dikelola. Sebuah pilihan langkah yang tepat menurutku, melihat keindahan alam yang masih bisa terekam dengan jepretan cahaya sebisanya.
Aku jadi penasaran kawasan apakah ini sebenarnya. Dan apa keistimewaannya. Karena seperti biasa, Suami tidak terlalu hafal nama-nama tempat. Hehehe... Aku pun berselancar di dunia maya dan memanfaatkan mesin pencari untuk mengetahui lebih banyak tentang Cuntel.
Mengenal Lebih Jauh tentang Dusun Cuntel
Sebenarnya, Cuntel adalah nama sebuah dusun yang secara administratif masuk wilayah Kabupaten Semarang. Namun karena posisinya yang berdekatan dengan Salatiga, maka banyak orang yang mengidentikkan dusun ini dengan kota tersebut. Dan tahukah Anda di mana lokasi persisnya Dusun Cuntel ini? Ternyata dia berada dalam wilayah Desa Kopeng, Kecamatan Getasan.
Ya, Kopeng! Semburat memori masa kecil kembali hadir. Rupanya, inilah cuplikan keindahan yang dimaksudkan guru SD-ku waktu itu. Benar-benar sebuah kebetulan yang dahsyat. Akhirnya aku menyaksikan juga panorama Kopeng walau hanya melalui rekaman foto.
Ada lagi yang unik dari Dusun Cuntel ini, yaitu namanya. Cuntel, dalam bahasa Jawa artinya buntu. Karena memang dulunya tidak ada jalan tembusan menuju tempat lain jika kita sudah sampai di dusun ini. Kemudian, memasuki tahun 1970-an, mulailah dibuka jalur setapak menuju Gunung Merbabu.
Rupanya, hal ini membuat Dusun Cuntel menjadi semakin terkenal di kalangan para pendaki. Terkenalnya dusun ini disebabkan oleh bentangan keelokan alam yang disajikannya sepanjang perjalanan mendaki. Sehingga Dusun Cuntel yang merupakan tempat terakhir untuk mencapai puncak Gunung Merbabu ini menjadi jalur favorit bagi banyak pendaki dari arah Utara yang ketagihan memanfaatkannya.
Ada Harapan dalam Cuntel
Lalu, bagaimana kisahnya hingga muncul nama Bukit Harapan Cuntel untuk salah satu lokasinya dan dijadikan sebagai obyek wisata? Hal ini bermula ketika tempat ini dijadikan lokasi pembuatan film "Kau dan Aku Cinta Indonesia." Keindahan dan keunikan alam di sini yang disaksikan lebih banyak orang di luar sana melalui sebuah film membuat Dusun Cuntel semakin naik daun.
Keunikan dari bukit ini berpusat pada sebatang pohon endemik jenis Akasia Dekuren yang sudah kering dan mati namun tetap tinggi menjulang. Pada pohon ini terdapat gardu pandang lengkap dengan tangganya untuk membantu kita sampai ke atas. Inilah tempat yang dianggap istimewa oleh para figur dalam film tersebut. Di bukit ini, di sekitar pohon ini, mereka merasa lebih bebas berekspresi. Pohon kering ini pun akhirnya menjadi ikon yang diburu para warganet untuk diabadikan dan berswafoto.
Setelah aku mencari-cari diantara sekian banyak foto milik Suami, rupanya sempat terekam juga pohon unik itu dari kejauhan. Amatilah foto di atas, di sekitar pohon tersebut juga tersedia fasilitas wisata yang lain seperti gardu pandang yang tidak menempel pada pohon, ayunan, gazebo dan lain-lain. Rupanya foto ini diambil saat sore mulai menjelang. Perpaduan warna biru dan jingga di langitnya tampak cantik sekali menaungi bangunan dan pohon unik di bawahnya.
Jarak bukit ini dari gapura adalah sekitar 50 meter. Sesampainya di bukit, pengunjung akan ditarik biaya 2.000 rupiah per orang. Lahannya agak sempit, ya. Jadi kadang perlu antre untuk berfoto di pohon kering tersebut.
Sambil mengisi waktu menunggu, jangan sia-siakan kesempatan untuk mengedarkan pandangan ke sekeliling menikmati keindahan yang tiada duanya di dunia ini. Keindahan seperti apakah yang dimaksud?
Dari bukit ini, kita dapat melihat Gunung Telomoyo dan Gunung Andong yang tegak gagah berdiri dengan sangat jelas. Jika cuaca sedang cerah, kita juga dapat melihat Gunung Sindoro dan Sumbing di belakang gunung Andong, bahkan gunung lain seperti Gunung Prau. Bentangan kecantikan Rawa Pening juga terlihat dari atas sini diiringi jajaran pemukiman penduduk. Dan jika kita memutar pandangan ke belakang kita, maka akan tampak Gunung Merbabu.
Untuk dapat menikmati semua itu, kita perlu mengusahakan datang bukan saat kabut turun agar semuanya tampak jernih di hadapan. Namun jika kabut tebal menyelimuti, pemandangan juga jadi eksotis, lho. Seperti yang sempat dialami Suami dan diabadikannya dalam foto pertama di artikel ini. Alam Cuntel yang dikepung kabut sontak menjadi mirip perkampungan di atas awan. Yang tampak hanya barisan siluet pohon nan anggun. Dan udara dingin pun akan menerpa. Jangan lupa berbekal jaket, ya.
Ada harapan dalam cuntel (kebuntuan). Ya, setelah mengalami kebuntuan informasi tentang Kopeng dan sempat terlupakan selama puluhan tahun, kini aku bisa berharap suatu saat bisa mengunjungi salah satu 'peng' yang indah di Indonesia. Cuntel, aku akan datang!
Bagaimana Menuju Bukit Harapan Cuntel?
Perjalanan dari Semarang menuju Bukit Harapan Cuntel adalah sebuah perjalanan mewah berbiaya murah. Bagaimana tidak mewah. Karena kini kita bisa menggunakan jalan tol Semarang-Salatiga yang baru diresmikan itu. Anda tahu bahwa jalur tol ini disebut sebagai jalur tol terindah di dunia, bersaing dengan jalur tol yang ada di Swiss. Hal ini disebabkan oleh posisi gerbang tol yang langsung menghadap Gunung Merbabu dengan alunan hijaunya hutan di kanan-kiri jalan.
Keluar dari tol, rute menuju obyek wisata ini pun tidaklah sulit. Dari arah Semarang, Salatiga, atau Solo yang pertama harus dicari adalah perempatan Salib Putih di jalan lingkar selatan Salatiga, kemudian ke arah Barat sekitar 15 km menuju Kopeng. Sebelum Taman Wisata Keluarga Kopeng, terdapat pertigaan. Ambil yang arah ke basecamp Merbabu. Sesampainya di basecamp, kita masih perlu belok ke kanan dan terus saja ikuti papan petunjuk menuju ke Bukit Harapan Cuntel.
Perjalanan ke sini bisa ditempuh dengan nyaman baik menggunakan sepeda motor atau mobil. Karena kondisi jalannya beraspal kok. Tapi tetap pastikan mesin kendaraan dalam kondisi baik sejak sebelum berangkat, ya. Karena karakteristik jalannya yang menanjak dan berkelok kelok. Selamat Datang di Bukit Harapan Cuntel!
“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Pesona Kabupaten Semarang”
Mbak aku baru tahu ada ini, ke kopeng treetop aku udah dua kali, kesini belum pernah 😀
BalasHapusWow asyik dong ya ke treetop. Ikut manjat2 gitu?
HapusBaca judulnga aku penasaran banget, mbak. Cuntel. Hihi. Buntu namanya. Tapi tempatnya, eksotis ya.
BalasHapushihihi... iya tempatnya keren :)
HapusAku baru tai si cuntel ini mbak.
BalasHapuske sana yuk...
Hapus