header permata pengalamanku

Lato-lato Adalah Hal Asing Bagi Keluarga Kami

4 komentar

bukan lato-lato

Asli! Pertama kali nama lato-lato ini diusulkan sebagai tema tantangan menulis blog, aku cuma bisa bengong. Apa itu? Aku malah asumsinya langsung ke Lato font yang merupakan salah satu jenis gaya huruf nan super simpel bentuknya. Ya, begini ini kalau sering main MS Word dan Canva.

Apa lagi, anak-anak juga enggak ada yang pernah menyebut, bercerita, atau malah minta dibelikan lato-lato. Ajaibnya, di sekitar rumah juga enggak pernah mendengar suara lato-lato. Padahal, depan, kiri, dan belakang rumahku ini sekolah TK, SD, dan SMP.

Paling-paling, istilah yang sempat melintas dalam perbincangan di antara anak-anakku adalah clackers, yang ternyata mengacu pada benda yang sama. Ya, setelah aku telusuri melalui mesin pencari, ternyata lato-lato ini berasal dari bahasa Bugis, Makassar.

Arti Lato-lato

Dalam bahasa Sunda, lato-lato dikenal dengan istilah nok-nok, sedangkan dalam bahasa Jawa disebut sebagai tok-tok. Penamaan tersebut berasal dari suara yang ditimbulkan permainan ini. Dikutip dari laman Antara, sejarah lato-lato berawal dari Amerika Serikat. Di negara asalnya, permainan ini juga disebut sebagai clackers, click-clacks, knockers, ker-bangers, atau clankers.

Lato-lato merupakan sebuah mainan berupa dua buah bola plastik berbobot padat keras dengan permukaan halus yang diikat seutas tali dengan cincin jari di tengah. Permainan ini adalah jenis permainan ketangkasan dengan mengandalkan keterampilan fisik. 

Benda ini mirip dengan 'bolas', senjata berburu yang digunakan oleh para Gaucho atau penduduk di Pampas, Gran Chaco, dan Patagonia, Amerika Selatan. Permainan lato-lato sudah dimainkan sejak periode 1960-an. Pada mulanya, clackers dibuat sebagai alat untuk mengajari anak-anak berlatih koordinasi antara tangan dan mata.

New York Times menerbitkan catatan pada Agustus 1971 yang menunjukkan adanya kejuaraan dunia clackers. Peristiwa bersejarah tersebut berlangsung di Italia, tepatnya di desa Calcinatello, dekat Brescia. Dimainkan sebagai kompetisi dunia, perlombaannya diikuti banyak peserta dari berbagai negara, seperti Belanda, Belgia, Swiss, Inggris, hingga Kanada.

Kenapa Enggak Main Lato-lato?

Pantas aja anak-anak enggak memainkannya. Sebab, memang itu bukan jenis mainan yang terampil mereka mainkan, sih. Sama juga dengan yoyo, gasing, fidget spinner, dan yang semisalnya. Kebetulan, sekolah anak-anak memang melarang membawa mainan jenis apa pun. Jadi, otomatis enggak ada yang main lato-lato di sana. 

Makanya, lato-lato ini merupakan barang asing bagi kami. Anak- anak enggak mendapat pemicu yang cukup untuk berusaha mencoba dan memainkannya. Bukan sesuatu yang tampak mengasyikkan karena bukan bakat mereka, dan lingkungan sekitar pun enggak ada yang menggunakan.

Anak Main Lato-lato, Ya atau Enggak?

Permainan lato-lato ini sejak dulu juga sudah mengundang pro dan kontra. banyak sekolah di dunia yang akhirnya melarang. Bagaimana dengan Indonesia? Sampai saat ini, masalah lato-lato masih dalam tahap pembahasan.

Sebenarnya, misalkan mereka suka memainkan dan tekun mempelajarinya, mungkin aku bakal senang karena ada manfaat lato-lato yang memberikan stimulasi motorik halus, koordinasi mata, fokus, dan kontrol keseimbangan buat mereka. 

Ini merupakan kesibukan positif daripada mereka terus-terusan menggunakan gawai elektronik sebagai alat hiburan. Kalau jenis permainan yang dipakai bertambah lagi variasinya, tentu ini akan mengurangi dampak negatif dari gawai elektronik bagi mereka.

Tambah lagi, jika mereka bisa menguasai lato-lato, itu merupakan sebuah pencapaian besar mengingat keahlian mereka selama ini bukan dalam bidang tersebut. Selain itu, lato-lato juga mendorong pemain melakukan ragam inovasi saat memainkan dan menikmatinya.

Jadi, selain dengan cara membaca blog tentang spiritualitas bagi yang sedang suka belajar spiritualitas, lato-lato ini bisa dijadikan sarana untuk mendapatkan ketenangan juga. Sebab, sifatnya yang rekreatif dapat meredakan stres.

Cuma, memang suaranya berisik, sih. Aku bisa bayangkan kalau neneknya anak-anak pasti mengomel saat mendengar suara lato-lato. Semakin cepat kedua bola beradu, akan semakin keras suaranya dengan tempo meningkat.

Apa lagi, ayunan bola yang kuat dan enggak terkontrol berpotensi membentur ke bagian tubuh pemain maupun orang-orang di sekitarnya, seperti mata, hidung, atau kepala. Tali yang berayun-ayun juga bisa melilit leher.

Jadi, apakah si kecilmu ikut bermain lato-lato juga?

Related Posts

4 komentar

  1. ini yang bikin terngiang ngiang di telinga siang malam ya ampun anakku dari yang gak bisa sampek jago banget sama lato lato ini

    BalasHapus
  2. demam lato-lato ini bener se-Indonesia deh. Dari kota mana-mana pun kayaknya Lato-lata begitu marak sampai ada kompetisinya. Dan ngga nyangka kalau selalu ada master yang super jago memainkannya

    BalasHapus
  3. Wah selamat kak, untung lingkunganmu tdk mengenal lato2.. sy yg pusing tiap hari denger suara lato2 🥲 ya meski ga parah jg sih di perumahan

    BalasHapus
  4. Di lingkunganku juga alhamdulillah-nya gak ada suara lato-lato. Adapun kaya yang jauuh dan gak terlalu sering. Jadi aman buat kenyamanan.
    Rasanya rasa penasaran ini kalau gak didorong sama orangtua yang mengijinkan, ya gak bisa juga ya.. semoga dampak demam lato-lato membawa kebaikan untuk anak Indonesiaa agar berkurang fokus ke gaadget.

    BalasHapus

Posting Komentar