header permata pengalamanku

Ulasan Film "Air Mata di Ujung Sajadah"

15 komentar
Air Mata di Ujung Sajadah

Gara-gara yang main Jenny Rachman, Bunda jadi mau menonton di bioskop lagi. Sebenarnya, sejak muda beliau memang pencinta film. Namun, seiring bertambahnya umur, beliau disibukkan dengan urusan rumah dan kurang tertarik dengan film yang ada. Beliau lebih suka menghibur diri dengan menonton sinetron. 

Terdengar seperti kisah yang familiar? Ya, sepertinya memang film "Air Mata di Ujung Sajadah" menyasar para penonton seperti Bunda. Buktinya, beliau aja tahunya dari iklan di TV. Maklum, film ini memang merupakan film drama keluarga yang penuh emosi dan konflik, seperti drama Cina yang banyak ada dibahas dalam Curhat Si Ambu

Kami pun menonton berombongan. Sebab, ada yang suka ikut ke mana pun Bunda pergi. Di sisi lain, ada yang selalu diajak Bunda jika sedang jalan-jalan. Jadinya, kami memesan tiket berentetan hingga rasionya melebihi sajadah. Mungkin, pola yang sama juga terjadi di banyak bioskop. Itu sebabnya, dalam empat hari tayang, sudah terjual 277.887 tiket. Nafa Urbach pasti bangga dengan debutnya sebagai produser ini. 

Sinopsis "Air Mata di Ujung Sajadah"

Film arahan Key Mangunsong yang tayang di bioskop Indonesia mulai tanggal 7 September 2023 ini bercerita tentang Aqilla (Titi Kamal), seorang gadis kuliahan jurusan Arsitek yang berasal dari keluarga kaya. Sayang, sang bunda (Tutie Kirana) tak merestui lelaki pilihan Aqilla, Arfan (Krisjiana Baharudin). 

Aqilla nekat menikahi kekasihnya hingga hamil. Belum sempat Aqilla mengabarkan kehamilannya, sang suami sudah terlanjur mengalami kecelakaan tunggal yang merenggut nyawa. Aqilla pun menjalani masa kehamilannya sendirian. Hingga menjelang persalinan, barulah dia mendatangi ibunya meminta pertolongan. 

Bayi Aqilla diserahkan ibunya ke pasangan Arif (Fedi Nuril) dan Yumna (Citra Kirana) karena Aqilla dianggap belum siap menjadi ibu dan diharapkan melanjutkan sekolah ke luar negeri. Aqilla tetap memperingati ultah anaknya setiap tahun. Hingga di tahun ke-7, sang ibu pun memberi tahu Aqilla bahwa anaknya masih hidup. 

Dimulailah usaha Aqilla mencari dan mendapatkan kembali putranya yang ternyata sudah bahagia dalam asuhan Arif-Yumna, Eyang (Jenny Rachman), dan Mbok Tun (Mbok Tun). Keluarga asuh itu tentu tidak rela begitu saja menyerahkan Baskara (Muhammad Faqih Alaydrus). 

Keunggulan

Alur Cerita

Aku suka dengan alur cepat yang disajikan sang penulis skenario, Titien Wattimena, di awal film saat menyajikan latar belakang kehidupan Aqilla sebelum memulai petualangannya mencari buah hati. Jalan cerita lebih banyak diisi detil-detil tarik-ulur antara ibu kandung dan keluarga angkat. Adegan-adegannya cukup mewakili segala kegundahan, kecurigaan, dan rasa bersalah yang mungkin hadir di antara kedua belah pihak. 

Kisah ibu dan anak memang sangat universal. Mudah terkoneksi ke banyak orang. Bahkan, jika berada di posisi anak, tentu kita akan bingung memilih antara orang tua kandung dengan orang tua asuh. Jadi, wajar banget kalau banyak tangis yang tumpah selama menonton. 

Tanpa adanya tokoh jahat, kita diajak memahami perasaan kedua sisi orang tua. Aqilla yang sendirian tanpa suami dan orang tua, harus menelan pahitnya dibohongi ibu sendiri selama tujuh tahun. Berita keberadaan anaknya tak serta-merta mengantarkan kegembiraan, sebab masih ada keluarga angkat yang harus direnggut kebahagiaannya. 

Demikian pula pasangan Arif-Yumna yang sudah divonis tidak bisa memiliki keturunan. Mereka menutupi hal ini di hadapan ibu Arif hingga Aqilla datang. Melihat bagaimana perjuangan keluarga ini membesarkan Baskara, kita paham betul betapa banyak cinta yang mereka curahkan. 

Aku membayangkan sih, keluarga Arif ini merasa inferior di hadapan keluarga Aqilla. Ayahnya Arif dan Arif sendiri sudah lama bekerja di perusahaan orang tua Aqilla. Jadi, ketika diberi kepercayaan mengasuh anak Aqilla, tentu mereka menyambut penuh hormat dan sukacita. 

Enggak kepikiran deh, buat mengurus surat adopsi. Kan, kesannya lancang banget, ya. Meskipun, akhirnya rasa ingin memiliki itu makin subur. Terlihat dari pemutusan rekening sejak tiga tahun sebelumnya hingga ibu Aqilla tidak bisa lagi mengirim dana untuk Baskara. Bahkan, Arif keluar dari perusahaan ibu Aqilla hingga tak terlacak. 

Akting Pemain

Aku berikan kredit terbesar kepada Titi Kamal yang sangat pas membawakan sosok Aqilla melewati segala naik-turun fase kehidupannya. Fedi Nuril, Citra Kirana, Jenny Rachman, dan Mbok Tun juga bisa diharapkan mampu mendampingi perjalanan Aqilla ini dengan baik. 

Musik

Tatanan dari Andi Rianto benar-benar tanpa cela. Lagu-lagu latarnya pada ciamik, yaitu "Sepi" oleh Yuni Shara dan "Dawai" oleh Fadhilah Intan. Musik skoringnya semua kece, ditempatkan dengan terkadang tidak biasa tetapi pas, hingga sangat membangun suasana. 

Kekurangan

Genre

Tentu enggak ada yang salah dengan genre apa pun yang dipilih oleh sebuah film. Jadi masalah kalau seolah-olah memang disengaja agar salah paham, mungkin demi memperluas jangkauan penonton. Namun, kalau film tidak mampu memberikan sesuai harapan yang dianggap sudah dijanjikan ke penonton, tentu kecewa dong!

Judul yang mengandung kata "sajadah" membuat banyak yang mengira film ini bergenre religi. Belum lagi tokohnya ada yang berkerudung, hadirnya Fedi Nuril yang identik dengan film religi bertema poligami, dan trailer yang memuat adegan salat serta Arif yang mengajari Baskara mengaji. 

Padahal, ternyata ini semua cuma atribut, Saudara-saudara. Masalah yang muncul, berjalannya cerita, dan solusi yang diambil, semua enggak ada yang bersumber dari ajaran agama mana pun, dalam hal ini tentu yang disangkanya Islam. Jadi, film ini murni bergenre drama keluarga, ya. 

Penyutradaraan

Duh! Siapa aku ya, berani mengritik sutradara? Cuma, asli aku gemas. Sebenarnya, aku lihat para pemainnya sudah sangat maksimal menyampaikan emosi di setiap adegan, ya. Namun, sering tampak agak lambat atau terlalu cepat. Hanya meleset sedikit, sih. Tapi, sering. Jadinya, sulit diabaikan. 

Resolusi

Sayang, aku dibuat melongo oleh alur menuju akhir. Baiklah, anggap itu kesalahan langkah pertama. Selanjutnya, pasti ada perbaikan, dong. Tadinya, kukira langkah perbaikan itu dengan Baskara akan liburan dulu seperti yang disebutkan Aqilla di awal. Tapi, kok...? *(sensor anti bocor)* 

Ya, kali. Mungkin sebenarnya yang terjadi di antara rentang waktu Baskara masih kecil hingga dewasa itu seperti yang ada dalam pikiranku. Cuma, menurutku, sebaiknya tetap ditunjukkan adegannya, ya. Kalau enggak, kesannya malah seperti pengabaian. 

Intemezzo, bundaku sempat menyeletuk usai menonton, "Itu kalau di pengadilan, siapa yang menang?" Nah, lo! Emak-emak sejati pencinta sinetron aja bisa bertanya begini. Jadi, para sineas, tolong jangan meremehkan penontonmu, ya!

Related Posts

15 komentar

  1. Ceritanya bagus banget, aku lihat cuplikannya dan beberapa kali lihat yg nonton banyak banget yang nangis huhu. Sepertinya wajib ditonton ya mbk

    BalasHapus
  2. ealaaah... bener2 gimik ya, Mba poster filmnya. Saya kira kisah perselingkuhan atau poligami. Duh... jujur malah saya malas nonton pas ada gimik gitu. Tapi pas baca sinopsisnya mba farida, serius jadi mau nonton. Masih tayang ga ya?

    BalasHapus
  3. Mbak, aku suka baca review-nya, kumpliiiit tapi anti bocor. Baru tahu ternyata kata sajadah tempelan belaka. Terus penasaran dong aku kenapa Bunda sampai komen begitu ya...'di pengadilan siapa yang menang'. Apa yang terjadi?? hihi
    Btw, soal lebih sayang ke siapa, ibu asuh atau angkat yang merawat. Suamiku sendiri dirawat dari bayi hingga lulus SD oleh ibu angkat, alhasil dia sama ibu kandungnya tuh saat sudah dewasa merasa jauuuuh!

    BalasHapus
  4. Terima kasih ulasannya ya Ma. Udah lama gak nonton nih hehehe, palingan ngintip2 aja di medsos

    BalasHapus
  5. Jadi hanya sebatas judul ya mba. Drama yg bisa terjadi dalam kehidupan.. aku kira yg Fedi mainin film religi. Oh baru tau ternyata ada Tikamnya..Jenny Rachman artis senior yg mamah aku jg demenin mbaa. Btw produsernya Nafa Urbach ya

    BalasHapus
  6. Tadinya aku pikir apa diduakan atau dipoligami wkwkkw, karena judulnya ke arah itu.Aku agak males kalau film poligami, sebel aja wkwkw. Ada arti seniornya lagi, keren pastinya

    BalasHapus
  7. Nampaknya harus ditonton ini film air mata di ujung sajadah ya mak, apalagi sudah ada reviewnya disini jadi lebih menarik lagi.

    BalasHapus
  8. Film ini bagus, banyak yang merekomendasikan
    Aku pun berencana nonton film ini pekan besok
    Semoga masih ditayangkan di bioskop yang ada di sini

    BalasHapus
  9. Owalah tadinya kukira Titi punya anaknya ma Ferdi ternyata pyur gak ada hubungan cuma anaknya aja yang dikasiin oleh ibunya yaa.
    Gak bisa kebayang sih berpisah dengan anak, dikabari anaknya gak ada eh ternyata masih hidup.
    Kyknya aku bakalan mewek kalau nonton pilem ini huhu.

    BalasHapus
  10. Kasian yang jadi anaknya yaa..
    Dilema.
    Masih terlalu dini juga kalau disuruh memilih ingin tinggal sama ibu kandungnya atau bersama orangtua angkatnya.

    BalasHapus
  11. Kalau baca review Air Mata di Ujung Sajadah, kayaknya jalan cerita film ini bagus juga yaa...
    Mumpung hari libur, langsung cuss ke bioskop nonton filmnya!

    BalasHapus
  12. Wah, film yang lagi naik daun nih. Banyak ibu-ibu di sini yang nonton. Katanya bikin nangis. Jadi kepengen nonton juga deh. Dijamin deh kayaknya aku nangis bombay. Haha secara aku orangnya cengeng. Nanti kudu nyengajain nonton aaaah.

    BalasHapus
  13. Penasaran banget jadi ingin nontonnya, reviewnya bagus nih bikin penasaran ingin nonton

    BalasHapus
  14. Saya suka nih kalau ada film nggak ada tokoh jahatnya. Saya kalau nonton ini, pasti juga bakal jadi nangis mbak

    BalasHapus

Posting Komentar