header permata pengalamanku

Logika Cerita dalam Kisah Fantasi, Pentingkah?

11 komentar

cerita fantasi

Sering kali kita mendengar kalimat seperti, “Namanya juga fantasi, jangan terlalu mikir logika, lah!” Namun, benarkah cerita fantasi boleh tidak logis? Jawabanku, sih, boleh aja kalau cuma pengin asal ajaib, aneh, menghibur, tanpa memberikan efek pengembangan diri bagi pembaca atau penonton. Sebaliknya, kalau ingin karya kita begitu berbekas hingga membawa keseharian para peminat menjadi lebih baik, logika internal dalam sebuah cerita harus tetap terjaga.

Apa Itu Logika Internal dalam Fantasi?

Logika dalam cerita fantasi bukan berarti semua harus sesuai hukum fisika atau kenyataan sehari-hari. Namun, yang penting adalah: dunia fantasi itu harus punya aturan main yang konsisten. Misalnya, kalau di satu adegan si tokoh enggak bisa terbang kecuali pakai jubah ajaib, maka jangan tiba-tiba di adegan berikutnya dia terbang bebas tanpa penjelasan. Itu yang bikin penonton merasa "Ah, ngarang banget!" dan mulai kehilangan keterikatan dengan cerita.

Contoh Film Animasi dan Logika Fantasinya

Setiap cerita, seajaib apapun, harus memiliki logika internal agar terasa lebih dekat, nyata, menarik, dan reflektif. Ini yang selalu berusaha diterapkan oleh film-film animasi terkenal di luar sana. Misalnya:

Inside Out (Pixar)

Film ini menggambarkan isi kepala seorang anak sebagai dunia yang dihuni oleh lima emosi utama. Meskipun ini jelas tidak realistis, Inside Out tetap menjaga konsistensi logika: emosi-emosi itu tidak bisa keluar dari pusat kendali tanpa konsekuensi, memori jangka panjang punya tempatnya sendiri, dan “core memories” berpengaruh besar terhadap kepribadian. Walau konsepnya fantasi, penonton tetap bisa memahami aturan mainnya dan ikut larut dalam alur emosinya.

Frozen (Disney)

Elsa punya kekuatan es yang luar biasa. Namun, awal film sudah menjelaskan bahwa kekuatannya itu berbahaya jika tidak dikendalikan. Alur konflik dibangun dari situ. Kita diajak memahami batas dan proses pengendalian kekuatan itu. Bayangkan kalau tiba-tiba di akhir film Elsa bisa menghidupkan kembali orang tanpa alasan atau latar belakang—maka seluruh ketegangan cerita akan runtuh. 

Kung Fu Panda (Dreamwork)

Animasi ini membangun dunia fiksi di mana hewan hidup seperti manusia dalam budaya Tiongkok kuno. Meskipun absurd secara realitas, dunia itu punya struktur sosial yang jelas: ada guru (Master Shifu), pemimpin spiritual (Master Oogway), murid terlatih (Furious Five), dan musuh (Tai Lung). Semua karakter hidup dalam sistem yang bisa diterima dan dijelaskan. Pertumbuhan karakternya pun berdasarkan proses, bukan kebetulan.

Kenapa Logika Cerita Itu Penting?

Logika yang konsisten membantu pembaca atau penonton terhubung secara emosional. Kalau dunia cerita terasa asal jadi atau terlalu jauh, penikmat kisahnya akan sulit peduli pada karakter, konflik, atau penyelesaiannya. Sebaliknya, ketika dunia fantasi begitu hidup dan masuk akal dalam kerangka dunianya sendiri, penonton akan merasa ikut tinggal di sana—dan itu yang bikin cerita jadi membekas.

Fantasi memberi ruang untuk berimajinasi tanpa batas. Namun, justru karena itu, logika internal menjadi penting agar imajinasi tersebut bisa diterima akal dan menyentuh rasa. Jadi, kalau kamu penikmat atau bahkan pembuat cerita fantasi, jangan remehkan kekuatan logika. Karena di dunia paling ajaib pun, aturan tetap diperlukan—agar keajaiban itu terasa nyata.

Apakah Anak-anak Butuh Logika dalam Cerita Fantasi?

Pertanyaan ini mungkin terdengar sepele, tetapi sebenarnya sangat penting, terutama bagi para penulis, pendongeng, pembuat film, dan orang tua yang memilih tontonan atau bacaan untuk anak-anak. Jawabannya, menurut saya pribadi, setelah menonton berbagai film animasi dan mengamati respon anak-anak, adalah: ya, anak-anak tetap butuh logika dalam cerita sesuai ukuran dan bahasa dalam dunia mereka.

Anak-anak Bukan Penikmat Pasif

Sering kali kita meremehkan daya tangkap anak. Padahal, anak-anak justru sangat peka terhadap alur, sebab-akibat, dan perubahan dalam cerita. Mereka bisa saja tidak bertanya langsung, tetapi ketika sesuatu terasa enggak nyambung, ekspresi wajah mereka akan berubah: bosan, bingung, atau malah tidak peduli lagi.

Anak-anak suka bertanya, “Lo? Kok, bisa dia hidup lagi?” atau “Kenapa kucingnya bisa ngomong, padahal tadi enggak?” Itu bukti bahwa mereka mencari konsistensi—sebuah bentuk logika yang sangat mendasar.

Logika Meningkatkan Imajinasi

Ada anggapan bahwa logika membatasi imajinasi. Namun, justru sebaliknya: logika membantu mengarahkan imajinasi agar terasa nyata. Anak-anak bisa jauh lebih menikmati cerita ajaib bila dunia cerita itu terasa masuk akal dalam kerangka ceritanya. Dan, dari situlah mereka belajar memahami struktur, alur, konsekuensi, dan nilai-nilai kehidupan.

Masalah Klise: Menyampaikan Aturan Main dengan Cara Mendongeng

Salah satu penyakit lama dalam banyak film Indonesia adalah menyampaikan logika cerita dengan terlalu verbal. Dunia dan aturannya dijelaskan lewat dialog panjang atau narasi kaku seperti mendongeng. Penonton (apalagi anak-anak) akhirnya tidak merasakan, hanya diberi tahu. Ini yang sering membuat cerita terasa jauh, membosankan, dan tidak hidup.

Contohnya: karakter menjelaskan, “Di dunia ini, makhluk berwarna biru bisa terbang, tetapi hanya saat bulan purnama.” Padahal, informasi seperti itu akan jauh lebih menarik jika ditunjukkan lewat adegan visual. Misalnya, karakter biru mencoba terbang saat siang dan gagal, lalu berhasil saat malam purnama. Anak akan dengan mudah menyerap aturan itu tanpa merasa sedang diceramahi.

Jika jeli, kebosanan itu juga yang dirasakan teman-teman Don dalam film Jumbo (2025) terhadap dongeng yang terus dibacakan Don. Berbeda jauh saat kisah yang sama diperankan dengan tata panggung, kostum, efek visual, efek suara, dan lagu tema, kan? Dan, lihat bagaimana para pemirsa betah menonton video klipnya berulang-ulang di YouTube Visinema Pictures.

Mencari Pendekatan yang Lebih Baik

Ayolah! Kalau sedang membuat film, jangan bertutur seperti dalam novel, buku dongeng, sandiwara radio, atau siaran podcast. Kekuatan khas film ada pada visualnya. Jadi, ya manfaatkan itu sebaik-baiknya untuk bercerita.

Jika para kreator film di Indonesia bisa menemukan cara menyampaikan logika secara visual dan kontekstual, bukan hanya lewat kalimat, maka penonton bisa terhubung lebih dalam, larut lebih lama, dan belajar lebih banyak dari cerita yang mereka nikmati. Bukan hanya bagi anak-anak, tetapi juga untuk penonton dewasa. Ini yang dilakukan Pixar atau Studio Ghibli dengan sangat efektif. Mereka membuat penonton merasakan dan mengikuti alur logika cerita, bukan hanya mendengarnya.

Jadi, apa film animasi yang berbekas bagimu? Dapatkah kamu menemukan logika internalnya yang memberi dampak seperti yang kamu rasakan?

Related Posts

11 komentar

  1. menurut saya, namanya fantasi ya bebas aja sih mau buat kayak gimana, binatang bisa ngomong aja sebenernya udah tidak masuk logika kan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, itu sudah saya sebutkan di awal artikel. Dan, sudah saya jelaskan juga logika seperti apa yang dimaksud perlu untuk tetap dijaga beserta contohnya. Semoga bisa membedakan, ga

      Hapus
  2. Kadang kita repot juga menjelaskan sepanjang film pada anak hal2 yang dianggapnya di luar logikanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulah tantangan orang dewasa

      Hapus
    2. Orang dewasanya harus banyak belajar materi parenting ya

      Hapus
    3. Banyakin interaksi dan empati sama anak2 aja. Biar agak kegambar dunia pikiran mereka seperti apa

      Hapus
  3. Setuju mba, logika bercerita dari awal harus sdh disampaikan dan konsisten hingga akhir cerita sehingga penikmat cerita itu tdk menjadi bingung atau bosan dg cerita yg logikanya berubah-ubah ya

    BalasHapus
  4. Terkadang logika dalam cerita fantasi sering diabaikan. Asal menarik, ajaib ya sudah. Logika tak lagi diperdulikan.

    Padahal, menurutku, yang membangun cerita fantasi salah satunya adalah logika. Seenggaknya, logika dalam cerita itu sendiri.

    BalasHapus
  5. Belum sempat nonton Jumbo tapi setuju fantasi dalam animasi harus bisa dijelaskan dalam logika agar tidak terkesan tempelan dan terlalu mengada-ada

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tontonlah. Udah jadi film terlaris di Indonesia lo sekarang

      Hapus
  6. Logika fantasinya harus dalam 1 rel, tidak berganti2 gitu ya 'rumus'nya supaya tetap terkesan asyik untuk dinikmati.

    BalasHapus

Posting Komentar