header permata pengalamanku

Mengenali Jati Diri dengan Inner Child Therapy

13 komentar

mengenali jati diri
Parade webinarnya sih, sudah berjalan empat sesi. Belakangan ini, aku memang mengisi akhir pekan dengan mendulang materi-materi inner child therapy yang mencerahkan. Kamu pernah mengikuti salah satunya? Beberapa? Atau, justru semua? 
Minggu ini tinggal menunggu webinar puncak parade yang akan diisi oleh Kak Seto dan Ibu Anggun. Jangan sampai kelewatan, ya! Kalau kamu penasaran isinya, aku akan bercerita sekilas tentang webinar kedua, ya. Webinar pertama tentang melatih kesadaran diri boleh dibaca dulu, deh.

Mengenali Jati Diri sebagai Pemimpin Diri Sendiri

Salah satu pembicara dalam webinar kedua ini adalah Bapak Prasetya M. Brata. Beliau terkenal sebagai NLP trainer yang berfokus pada transformasi kepemimpinan diri. Materi Beliau semacam kelanjutan dari webinar sebelumnya. Setelah menyadari, kita diajak untuk mengambil tanggung jawab memilih dan menjalani solusinya.

Pak Pras mengingatkan kembali agar kita mengenali jati diri sebagai pemimpin bagi diri sendiri. Hal ini membuat saya sangat berenergi dan penuh semangat. Iya, ya. Tuhan telah melengkapi kita dengan perangkat untuk menunjang kehidupan, yaitu: fisik, panca indera, akal, dan perasaan. 

Masing-masing perangkat itu berperan secara saling berkesinambungan. Indera menangkap sensor dari sebuah fakta. Pikiran merefleksi, memberi pengetahuan, dan makna dalam menafsirkan apapun yang terjadi. Sedangkan perasaan ikut merekam emosi yang hadir.

Segala potensi itu diberikan potensi untuk mewujudkan performa yang kita inginkan. Tinggal apa penghalangnya, itu yang kita bereskan. Bisa jadi, salah satunya adalah luka-luka di masa lalu yang menimpa inner child kita. Luka batin itu berdampak pada diri kita sehingga melahirkan sikap, interaksi, dan reaksi yang berpotensi melukai orang lain juga.

Sebenarnya, luka itu kita yang ciptakan sendiri dalam pikiran, lo. Kalau sekarang masih luka, penyebabnya bukanlah masa lalu. Kan, masa lalu sudah lewat. Kenapa kita masih merasa terluka, itu karena kita masih saja menonton film tentang masa lalu itu.

Luka tercipta karena kita sendiri yang memberi makna. Kita merasa menderita karena selalu memosisikan diri sebagai korban. Cara menyembuhkannya adalah dengan menerima perasaan yang muncul, menghargainya, dan memberikan makna baru terhadap peristiwa tersebut. Makna yang lebih berguna membawa kita lebih produktif untuk melangkah ke depan. 

Dengan mengenali jati diri sebagai pemimpin diri sendiri, kita tidak akan lagi berlama-lama merasa menjadi manusia paling malang sedunia dan selalu menjadi korban. Kitalah yang mengatur pikiran dan perasaan, bukan sebaliknya. Sesungguhnya, kita lebih dari apa yang kita pikirkan dan rasakan karena kita adalah pemimpin keduanya.

Kitalah yang memimpin diri hendak ke mana dan dengan cara apa, tidak tergantung dengan pikiran dan perasaan orang lain. Harga diri kita tidak menempel pada peristiwa masa lalu, melainkan apa kompetensi dan kemauan yang kita usahakan saat ini. Kedekatan dan kepercayaan kita kepada diri sendirilah yang akan memudahkan hidup kita.

Jika luka itu ada dalam inner child kita, kita bisa memulihkannya dengan menghadirkan inner parent untuk melakukan reparenting inner child. Kalau bicara tentang parenting, kebanyakan orang berfokus pada 'ting'-nya. Sehingga, mereka banyak bertanya tentang bagaimana caranya agar anak jadi begini dan begitu.

Padahal, selayaknya kita lebih berpikir pada peran kita sebagai orang tua itu sendiri. Apakah kita sudah siap menjadi orang tua yang baik? Jika belum, kenapa? Jika itu karena inner child kita, maka sebelum mengasuh anak, mari pulang dan reparenting inner child kita dulu. Mengasuhnya dengan menjadi orang tua yang penuh kasih dan memenuhi kebutuhannya yang dulu terlewatkan.


Buku "Luka Performa Bahagia" Membantu Inner Child Therapy

reparenting inner child
Istilah pulang alias mulih kalau dalam bahasa Jawa ini tercakup dalam kata "pulih" yang digunakan dalam buku "Luka Performa Bahagia" di atas. Buku karya Intan Maria Lie dan Adi Prayuda ini sangat membantu kita melakukan inner child therapy agar luka di masa lalu dapat berubah menjadi performa dan mengantarkan kita pada kebahagiaan.

Memberdayakan Energi Positif

Ilmu dan pemahaman dari Pak Pras sebelumnya semakin menguat saat masuk sesi Coach Fena Wijaya. Pembawaan Beliau yang begitu tulus dan ceria benar-benar secara instan menularkan energi positif bagi seluruh peserta webinar. Ternyata, memang aliran energi inilah rahasia dalam materi yang Beliau bawakan.

Bahasa yang pertama di dunia ini adalah energi. Ini sangat menjelaskan dengan baik tentang bagaimana manusia zaman dulu berkomunikasi sebelum terbentuk kata, bagaimana bayi dan hewan bahkan tumbuhan bisa memahami dan terpengaruh dengan suasana emosi kita.

Diri kita memancarkan energi yang direspon oleh alam semesta. Energi ini menarik kejadian dan orang-orang seperti yang kita pikirkan. Untuk mendapatkan kebaikan, pancarkan kebaikan. Pikirkan hal-hal yang baik dan menyenangkan. 

Kita adalah cinta itu sendiri. Tidak perlu mencari cinta dari luar. Dunia luar yang mendidik kita untuk selalu merasa kurang, padahal kita sebenarnya sudah sempurna. Terima setiap yang ada dalam diri dengan penuh rasa syukur. Lihatlah kekurangan kita sebagai sebuah kelebihan. 

Kita juga dipengaruhi oleh energi yang dipancarkan orang lain. Apa yang kita lihat berulang-ulang waktu kecil membentuk persepsi kita. Tertanam di bawah sadar kita. Menjadi standar kebenaran. Sehingga ketika yang hadir tidak sesuai dengan standar kita, kita mengabaikan/menolaknya.

Karena energi sangat cepat kita serap, maka ada baiknya kita bijak memutus energi-energi negatif yang datang. Tanyakan apa yang kita inginkan dari pemicu energi negatif yang hadir, lalu segera alihkan kepada energi lain yang dapat mengantarkan kita hingga mampu mencapai keinginan tersebut.


Demikianlah sekilas isi webinar kedua dalam Parade Happy Innerchild ini. Materinya bernas semua, ya. Bagian manakah yang paling berkesan bagimu?

Related Posts

13 komentar

  1. Adanya ungkapan "Berdamai dengan masa lalu" dan "berdamai dengan diri sendiri" menurutku merujuk kepada cara untuk pulih. Dengan kata lain, bila sukses berdamai, kita akan dibawa pada keadaan mengenali jati diri, yang pada akhirnya bisa hidup normal lahir batin, sehat badan dan pikiran, serta perbuatan.

    BalasHapus
  2. Wah, penting banget ini utk dipelajari siapapun
    karena innerchild tuh kadang merongrong jiwa raga
    akibatnya orang ga bisa maju kan

    BalasHapus
  3. Parade webinar yang menarik sekali mengingat tema ini kini sesuai. Banyak yang menyalahkan masa lalu untuk apa yang ia rasakan dan perbuat sekarang
    Setuju dengan mengenali jati diri sebagai pemimpin diri sendiri, kita tidak akan lagi berlama-lama merasa menjadi manusia paling malang sedunia dan selalu menjadi korban.

    BalasHapus
  4. Perlu kebasaran jiwa untuk dapat berdamai dengan masa lalu bagi mereka yang sempat 'terluka' tapi tidak benar-benar sembuh. Membaca bukunya akan menjadi salah satu jalan untuk berdamai dgn yg sudah lewat dan melanjutkan langkah menjadi peminpin untuk diri sendiri.

    BalasHapus
  5. Menarik tema webinar ini, kadang kita abai pada kesehatan inner kids kita di masa lalu dan berimbas ke khidupan kita hari ini. Be positif viber👍🤩

    BalasHapus
  6. Setiap mahluk hidup pasti mengalami luka
    Dan setiap luka pasti sembuh seiring waktu
    Terkadang luka itu berdarah lagi tanpa sengaja
    Terlebih luka yang sangat dalam

    BalasHapus
  7. Saya percaya memang energi positif itu berefek pada banyak hal, termasuk mood harian dan kesehatan sepanjang waktu. Energi positif ini yang konon bisa menciptakan orang2 sukses dan berdaya ya kak, makasih artikelnya, menambah wawasan baru nih.

    BalasHapus
  8. Mengenali jati diri penting, belajar darinya membuat menyakinkan bahwa meningkatkan kemampuan mengenal psikologi.

    BalasHapus
  9. Seru banget kayaknya nih webinarnya. Karena mengenali jati diri memang diperlukan...

    BalasHapus
  10. Saya banyak banget dapat insight dari pak Brata. Mbak kayaknya kita sekelas ya di inner child blog. Seneng banget saya bisa ikut webinarnya

    BalasHapus
  11. Saya terkesan sekali dengan rangkaian kalimat ini "Indera menangkap sensor dari sebuah fakta. Pikiran merefleksi, memberi pengetahuan, dan makna dalam menafsirkan apapun yang terjadi. Sedangkan perasaan ikut merekam emosi yang hadir". Karena pada kenyataannya inilah proses yang terjadi pada diri kita sebagai manusia biasa.

    Luar biasa artikelnya Mbak Farida. Seneng saya menelusuri setiap paragrafnya.

    BalasHapus
  12. Wah ketinggalan ikut webinarnya mau deh ikutan kalau ada lagi

    BalasHapus
  13. Saya suka banget tuh ama Mas Adjie dan pak Adi W Gunawan.
    Nggak tahu kenapa ya, saya ada beberapa kali konseling ama psikolog, dan biasanya lebih enak ama psikolog cewek.
    Tapi kalau liat medsos dan postingannya tuh, kok kayaknya asyik yang laki, hahahaha.
    Sayang nggak sempat bisa ikutan webinarnya nih :)
    Padahal temanya menarik banget nget.

    BalasHapus

Posting Komentar