header permata pengalamanku

Arianto Setiadi: Menyeduh Harapan di Cangkir yang Pernah Retak

9 komentar
Arianto Setiadi

Pagi di Kebumen lembap dan berembun. Dari kejauhan, derit sepeda ontel terdengar pelan di antara jalan kampung. Di atasnya, seorang pria berkaus sederhana melambai pada warga yang sedang menyapu halaman.

"Pagi, Bu. Gimana kabarnya Mas Yanto hari ini?” sapanya ringan.

Warga itu tersenyum. “Sudah bisa ikut nyapu halaman, Mas Ari.”

Begitulah pagi-pagi biasa Arianto Setiadi — seorang perawat di Bnagsal Nusa Indah RS Prembun sekaligus Ketua Komunitas Peduli Gangguan Jiwa (Kopigawa) di Kebumen. Dia tidak membawa stetoskop, tanpa menenteng berkas pasien, hanya membawa kehadiran. Dan, kehadiran itulah yang perlahan mengubah wajah stigma di daerahnya.

Awal dari Luka yang Didengarkan

ODGJ

Suatu sore di tahun 2019, Arianto pulang dari kunjungan rumah seorang pasien gangguan jiwa. Pasien itu diikat di tiang bambu, pandangannya kosong. Tak ada amarah di wajah Arianto, hanya diam panjang. “Dia cuma butuh didengarkan,” ucapnya kemudian.

Kalimat itu sederhana, tetapi menjadi fondasi dari langkah-langkah kecil yang menuntunnya untuk terus bergerak — pelan, tapi pasti. Ari meneruskannya di Kopigawa (Komunitas Peduli Gangguan Jiwa): mendengarkan sebelum menolong.

Sebagai perawat, Ari tahu bahwa luka jiwa tidak selalu bisa diukur dengan alat medis. Banyak keluarga merasa malu, bingung, bahkan takut terhadap stigma sosial yang melekat pada ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). Dia tahu, kalau stigma dibiarkan, pemulihan mustahil terjadi.

Menolong satu orang mungkin tidak mengubah dunia, tetapi bisa mengubah orang itu.

Ari dan Kopigawa

kesehatan mental

Kopigawa berdiri sebagai wadah bagi para relawan, tenaga kesehatan, dan masyarakat Kebumen yang peduli terhadap ODGJ. Di dalamnya, Arianto berperan sebagai ketua yang mengarahkan langkah komunitas agar tetap berpijak pada nilai empati dan kemanusiaan.

Keterbatasan dalam setiap langkah, pikiran, dan perbuatan menjadikan para ODGJ terasing dari kehidupan dunia. Di balik setiap stigma, ada manusia yang masih berusaha memahami hidup. Inilah alasan kenapa Kopigawa ada.

Lebih baik menyalakan lampu daripada menyalahkan kegelapan.

Demikianlah tertulis di laman Facebook Kopigawa, kalimat yang mencerminkan semangat dan arah gerak komunitas ini. Mereka memilih menyalakan cahaya, sekecil apa pun, daripada larut dalam gelapnya stigma.

Bagi Kopigawa, pemulihan tidak tumbuh dari nasihat keras, tetapi lingkungan yang hangat dan mendukung. Setiap orang berhak berada di sekitar orang-orang yang membuatnya merasa lebih baik. Selama seseorang terus mencoba, maka keadaannya masih di depan orang-orang yang tidak mau berusaha. Semangat kecil itu terus disuntikkan kepada para ODGJ, relawan, dan siapa pun yang sedang melawan keterbatasannya sendiri.

Dari Ruang Stigma ke Rumah Karya

kopigawa

Di bawah kepemimpinan Ari, Kopigawa tumbuh menjadi ruang aman sekaligus produktif. Baginya, kesembuhan berarti mampu menjalani hidup bermakna dengan mengoptimalkan potensi dalam diri. Arianto ingin mereka punya alasan untuk bangun pagi.

Arianto yakin bahwa para ODGJ bukan butuh belas kasihan, melainkan kesempatan. Karena itulah, Kopigawa terus membimbing para ODGJ agar bisa produktif dan membantu memasarkan berbagai produknya. Karya merupakan terapi paling jujur. Lewat karya, orang belajar mencintai dirinya sendiri lagi. Ada aneka aksesori, anyaman, kaos lukis, camilan, dan kopi. 

Ya, nama Kopigawa mengandung kata "kopi". Filosofinya sederhana — secangkir kopi bisa menyatukan banyak orang tanpa memandang perbedaan, begitu pula seharusnya kita memandang mereka yang hidup dengan gangguan jiwa.

“Semoga dari ini, mereka bisa lebih menghargai dan mengerti tentang cara hidup dan menghidupi,” tutur Ari.

Sore itu, langit Kebumen mulai jingga. Di sebuah pelataran, aroma kopi berpadu dengan tanah basah dan tawa. Para ODGJ di sana belajar di balik layar — dari proses pascapanen, menjemur, menimbang, menggiling, hingga mengemas kopi hasil olahan komunitas. 

Tangan-tangan yang dulu gemetar karena obat, kini terlatih menggenggam timbangan dan melipat kemasan. Kopi ini disangrai oleh mereka yang pernah dianggap tidak waras. Namun, kini ikut menyeduhkan kesadaran untuk kita semua.

Seorang lelaki muda, yang dulunya pasien dan sering kambuh, sedang menata kemasan kopi sambil bercanda dengan rekan-rekannya. “Dulu aku takut ngitung, sekarang malah disuruh nimbang,” katanya, disambut tawa ringan. “Kami tidak gila. Kami sedang berproses untuk waras bersama.”

Arianto duduk di pojok, memperhatikan dengan senyum kecil. Ia tak banyak bicara, hanya menepuk bahu, sesekali menyodorkan segelas air. Dia memang sering terlihat duduk sejajar dengan mereka, ikut sibuk menyiapkan produk. 

Suasana keseharian itu menyiratkan bahwa Kopigawa mengajak bekerja bersama, bukan hanya membantu dari atas. Suasana yang membuat Ari merasa tetap hidup dan mampu memulihkan bagian dirinya sendiri yang letih.

Saat kamu menolong orang lain, sebenarnya kamu sedang menolong diri sendiri.

Karya yang Menyembuhkan Dua Pihak

pasungan

Kopigawa tidak hanya memulihkan para ODGJ, tetapi juga masyarakat sekitarnya. Awalnya, banyak warga ragu dengan ide kegiatan sosial ini. Kata “gangguan jiwa” membuat mereka menutup pintu. Pendekatan personal dan rendah hati itu menjadi ciri khas Kopigawa hingga kini.

Namun, dengan sabar Arianto mendatangi rumah satu per satu, membawa kopi dan cerita. Terkadang, tanpa ceramah soal kesehatan mental. Hanya datang, duduk, dan mendengarkan. 

Lambat laun, situasi berubah. Anak-anak yang dulu takut, kini ikut membantu menjemur kopi. Ibu-ibu yang dulu khawatir, kini membantu mengemas produk. ODGJ yang dulu dikurung, kini semakin banyak yang bebas duduk di teras, tertawa di bawah sinar sore, terus mengurangi angka yang membuat Kebumen pernah menjadi daerah dengan kasus pasung terbanyak di Indonesia.

Setiap produk karya ODGJ juga menjadi media edukasi masyarakat. Pada kemasan produk, terdapat lembar kecil berisi panduan menghadapi orang dengan gangguan jiwa. Jauh dari teori rumit, hanya pesan praktis yang bisa dibaca siapa saja.

Bagi Arianto, pesan tersebut bukan sekadar tambahan desain. Itu jembatan kecil antara dunia “kami” dan “mereka”. Edukasi harus bisa disentuh. Jika orang membeli produk tersebut sambil belajar memahami dan tidak lagi takut pada ODGJ, maka satu pintu stigma sudah terbuka.

Dari Pinggir Menjadi Pusat Cerita

SATU Awards

Berikan kami waktu beberapa tahun. Kami sudah merencanakan beberapa rencana besar.

Itulah tekad Ari sejak Kopigawa berdiri pada tanggal 6 April 2021. Bukan dengan nada kesombongan, melainkan janji. Perubahan sosial memang tidak terjadi dalam semalam, tetapi selalu dimulai oleh mereka yang berani bermimpi. Aksi-aksi nyatanya menyatukan gerak bersama lembaga kesehatan, komunitas sosial, pemerintah dan masyarakat umum senantiasa meliuk ke sudut-sudut terpinggirkan, terus berdampak dan mengisinya dengan harapan.

Hal ini membawa Arianto meraih Apresiasi SATU Indonesia Award 2024 di bidang kesehatan. Dia merasa bahwa penghargaan tersebut bukan miliknya semata, melainkan juga milik mereka yang setiap hari berjuang untuk tetap percaya diri di dunia yang sering menolak.

Cerita Arianto Setiadi bukan tentang heroisme, melainkan konsistensi. Dia tidak datang dengan dana besar atau proyek megah — hanya langkah kecil yang dilakukan terus-menerus. Mendengarkan, menemani, menyeduh, dan memulihkan.

Di dunia yang sibuk berbicara tentang peduli kesehatan mental lewat poster, Ari memilih jalan berbeda: membawa kesadaran itu langsung ke tangan masyarakat — lewat secangkir kopi, kemasan kecil dengan pesan edukatif, dan senyum hangat di rumah warga.

Mulai hari ini, setiap kali menikmati secangkir kopi, kita bisa mengingat, dalam wangi yang sama, ada aroma keberanian untuk percaya lagi pada kemanusiaan, yang menguar dari sebuah daerah yang tenang bernama Kebumen.

Referensi:

  1. https://satuindonesiaawards.astra.co.id/
  2. facebook.com/kopigawa.kebumen
  3. instagram.com/kopigawa
  4. youtube.com/@kopigawa4156

Related Posts

9 komentar

  1. Luar biasa nih. Sangat menginspirasi apa yang dilakukan oleh Arianto Setiadi.
    Mereka sedang berproses untuk waras bersama. Proses inilah yang harus dijalani, dinikmati, tentu dengan dukungan keluarga dan masyarakat sekitar para ODGJ

    BalasHapus
  2. wah keren Arianto dengan Kopigawanya
    Stigma terhadap ODGJ emang begitu kejamnya, hingga mereka tak mendapat ruang untuk sembuh dan maju menatap masa depan
    Padahal penyakit jiwa seperti penyakit lainnya
    Butuh waktu dan perawatan yang tepat untuk sembuh

    BalasHapus
  3. Oooo Pak Arianto ini perawat di RS Jiwa ya mulanya?
    Wah gak banyak lho orang yang mau membina ODGJ, pasti tingkat kesulitannya jauh lebih tinggi ketimbang mengajari disabilitas ya.
    Baru tahu juga soal Kpigawa, jadi adanya di Kebumen ya mbak? njadi pengen nyari kopinya deh di online marketplace.
    Semua pengerjaan produksi dilakukan oleh para penyintas gangguan jiwa. Harapannya saat sembuh nanti mereka bisa siap mandiri ya.

    BalasHapus
  4. Ternyata di Indonesia sendiri ada orang yang benar-benar sepeduli itu sama kesehatan mental. Sedih loh awal melihat narasinya, jadi pengen peduli juga. Sebenarnya para odgj itu hanya ingin didengarkan dan pekerjaan paling sulit adalah mendengarkan.

    BalasHapus
  5. Terharu saya dengan profil dan perjuangan Arianto Setiadi ini. MashaAllah. Betapa dia menyusun rencana real bagaimana sebuah kesehatan mental sesungguhnya adalah bagian dari hidup yang patut diperjuangkan. Meski bergerak dari sebuah daerah kecil, langkah-langkah nyata beliau lebih dari pantas mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Award 2024. Inspiratif.

    BalasHapus
  6. Nggak banyak orang yang peduli pada teman-teman ODGJ. Rerata sih pada menghindari. Tapi Kak Arianto Setiadi benar-benar membuktikan bahwa mereka juga bisa produktif kalau ada yang mau mendengarkan.

    BalasHapus
  7. Salut banget sama kegigihan Mas Arianto Setiadi! ODGJ itu seringkali menjadi kelompok yang terlupakan. Bahkan dianggap udah gak bisa apa-apa. Makanya, saya sangat salut dengan Mas Arianto. Sangat pantas lah memperoleh Satu Indonesia Award 2024

    BalasHapus
  8. Perhatiannya pada kelompok yang enggan dijamah masyarakat patut diacungi jempol. Kang Ari, teruslah menginspirasi.

    BalasHapus
  9. Sehat-sehat orang baik. Semoga bang ari dan tim selalu menempatkan nilai empati dan kemanusiaan di atas segala-galanya

    BalasHapus

Posting Komentar